Ketua Almisbat KKT: Penjelasan Kabankeu dan Ketua DPRD KKT Menyimpang dari PP 12 Tahun 2019


FAKTA HUKUM,  Selasa (21 Januari 2020).  TANIMBAR - Berawal dari postingan Wakil Ketua II DPRD KKT Ricky Jauwerissa di WhatsApp Grup Suara Rakyat Tanimbar (SRT) pada tanggal 18 Januari 2020, yang menyebutkan utang Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar saat ini mencapai 98 milyar rupiah. Utang tersebut tercipta di tahun 2016, 2017 dan 2018. Ricky juga mengakui kalau data utang tersebut didapatinya dari Kepala BPKAD saat rapat paripurna bersama TAPD KKT beberapa waktu lalu.

Pernyataan Ricky Jawerissa tersebut kemudian dibantah oleh Kepala Badan Keuangan Pemda KKT Jhon Batlayeri. Seperti dilansir dari Skandal.com, Jhon Batlayeri mengatakan Pemda KKT tidak menciptakan utang di tahun 2017 dan 2018 seperti yang disampaikan Ricky Jauwerissa.

"Pemda tidak menciptakan utang baru di tahun 2017-2018 seperti yang dituduhkan oleh Ricky Jauwerissa sebagai Wakil Ketua II DPRD," ujar Jhon Batlayeri.

Menurutnya, yang dimaksud Utang Daerah yang selanjutnya disebut Utang adalah yang hanya berdasarkan putusan pengadilan sedangkan lainnya merupakan paket luncuran yang akan dibayarkan pada tahun 2020.

Bantahan yang sama juga datang dari Ketua DPRD KKT Jaflaun Batlayeri. Dia mengatakan yang dimaksud dengan Utang Daerah hanyalah berupa pinjaman.

"Setahu saya (kedudukan keuangan Pemerintah Daerah) yang disebut UTANG adalah PINJAMAN, dan kalau Pemda pinjam uang maka itu disebut UTANG." ujar Ketua DPRD KKT.

Padahal jika merujuk pada PP 12 tahun 2019 pasal 1 angka 16, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Utang Daerah adalah uang yang wajib dibayar atau kewajiban yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan, perjanjian maupun berdasarkan sebab lainnya yang sah.

PP 12 tahun 2019 pasal 1 angka 16 selanjutnya berbunyi; "Utang Daerah yang selanjutnya disebut Utang adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah".

Dengan adanya perbedaan tafsiran tersebut sejumlah kalangan turut berkomentar. Salah satunya adalah Ketua DPD Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) yang juga mantan Ketua Komisi C DPRD KKT periode 2014 - 2019, Sony Hendra Ratissa.

Ratissa mengatakan defenisi Utang Daerah harus dijelaskan sesuai rugulasi yang ada agar tidak simpang siur dikalangan masyarakat.

"Dari bunyi PP 12 Thn 2019 Pasal 1 angka 16 diatas sudah jelas jadi tidak boleh ditafsirkan berbeda dari pasal tersebut. Yang dikatakan Ketua DPRD dan Kabankeu itu bisa dianggap menyimpang dari defenisi yang sesungguhnya," ujar Sony Ratissa, Selasa 21 Januari 2020.

Menurutnya, semua kegiatan yang dilakukan sejak tanggal 1 Januari hingga 31 Desember tahun berjalan yang belum terbayarkan oleh Pemerintah Daerah itulah yang disebut utang.

"Jadi, jika Pak Kabankeu mengatakan itu adalah paket luncuran yang nanti dibayarkan di tahun berikutnya tetap saja disebut utang karena sudah melewati tanggal 31 Desember. Jadi saran saya jangan buat pernyataan yang nantinya membingungkan masyarakat, harusnya kita jujur terhadap daerah ini." ucap Ratissa.

Sedangkan terhadap statemen Ketua DPRD KKT, Ratissa menyarankan agar tidak mendefenisikan Utang Daerah selayaknya pinjam-meminjam tapi harus dijelaskan berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku sesuai PP diatas. (Marcel Kalkoy.)

Ads

نموذج الاتصال